Dulu, ada sosok kharismatik yang berdiri tegak dipinggir lapangan saat Manchester United bermain. Pria yang berasal dari Skotlandia itu bernama Sir Alex Ferguson.
Sir Alex Ferguson dianggap sebagai satu dari sekian pelatih hebat yang mampu memenangi banyak gelar bergengsi. Dibalik kesuksesannya itu, Fergie punya teknik bernama ‘hairdryer treatment’ untuk mengevaluasi pemain yang tampil kurang maksimal.
Lalu apa yang sebenarnya dimaksud dengan teknik ‘hairdryer treatment’?
Salah satu tugas utama manajer sepakbola adalah menginspirasi dan memotivasi para pemain untuk mencapai standar tertentu. Jika mereka gagal melakukannya, maka mereka harus menemukan cara untuk mengangkat motivasi tim.
Hal ini memang menjadi tugas yang cukup sulit. Mengapa? para pelatih dituntut untuk menemukan keseimbangan yang tepat, terutama ketika ada begitu banyak kepribadian berbeda yang terlibat dalam satu ruang ganti. Karena faktor itulah, sang pelatih harus mengaplikasikan metode khusus demi bisa meningkatkan motivasi tim.
Dalam dunia sepakbola, kondisi tersebut bisa diatasi dengan teknik ‘hairdryer treatment’.
Istilah ‘hairdryer treatment’ digunakan dalam sepakbola untuk menggambarkan sebuah teguran verbal dengan cara memaki dan berteriak keras. Teknik ini biasanya disampaikan oleh seorang manajer kepada pemain tertentu atau seluruh pemain di dalam ruang ganti.
‘Hairdryer treatment’ tak ubahnya menjadi metafora sederhana yang menyamakan teriakan sang pelatih dengan panasnya dorongan udara dari sebuah pengering rambut.
Teknik yang lebih mengutamakan teriakan ini pada akhirnya identik dengan para pelatih yang memiliki sifat pemarah, diantaranya, Pep Guardiola, Ole Gunnar Solskjaer, Roy Keane, Louis van Gaal, hingga Sir Alex Ferguson. Ya, Sir Alex Ferguson dikenal sebagai pelatih dengan tipikal keras. Ia kerap melancarkan kritik pedas kepada para pemainnya.
Fergie pun tak keberatan ketika disebut sebagai manajer yang kejam. Baginya, kejam merupakan hal yang harus dilakukan agar terus dapat mempertahankan kemenangan tim serta membentuk kepribadian yang kuat.
“Aku dibayar untuk terus menang, itu memang pekerjaanku, maka karena itulah aku kejam. Aku tak akan menyangkalnya. Kalian harus memiliki kepribadian ketika memimpin banyak orang, dan aku memiliki kepribadian yang cukup kuat.”
Dengan kepribadian yang kuat, wajar bila Sir Alex Ferguson begitu identik dengan teknik tersebut. Tak selalu berhasil memang. Karena teknik ini lebih megedepankan teriakan, maka hal-hal seperti bentrok dengan pemain kadang sulit untuk dihindarkan.
Fergie sendiri pernah terlibat konflik dengan David Beckham setelah kritik pedasnya menimbulkan peristiwa yang cukup bersejarah.
Dibalik kejadian itu, teknik ini diyakini menjadi kunci sukses Sir Alex Ferguson dalam memenangi Liga Champions Eropa tahun 1999. Sejak saat itu, mulai berkembang anggapan jika United akan selalu bermain fantastis pasca menjalani 45 menit pertama dengan performa negatif.
‘Hairdryer treatment’ yang didalami Fergie sukses membentuk pemain-pemain bermental juara seperti Wayne Rooney dan Cristiano Ronaldo. Kedua pemain itu dikenal sebagai aktor lapangan hijau yang selalu mencari kemenangan dengan usaha apapun.
Bisa dilihat, Cristiano Ronaldo kini menjadi pemain yang punya ambisi luar biasa. Ia selalu ingin memenangkan pertandingan. Bahkan, saat dalam keadaan tertinggal.
Namun perlu diketahui bahwa dimasa-masa akhir kepelatihannya, Fergie sudah jarang menerapkan teknik tersebut. Baginya, sepak bola modern sudah tidak cocok dengan ‘hairdryer treatment’.
Fergie memaparkan, mental pemain masa kini tak sebaja mental pemain sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Hal itulah yang mendorongnya untuk meninggalkan ‘hairdryer treatment’.
“Aku mengamatinya dari tahun ke tahun. Hingga beberapa musim lalu aku sadar pemain masa kini lebih rapuh, tentu bukan solusi yang tepat jika metode itu digunakan saat mental sedang buruk karena tertinggal.”
Fergie menjelaskan, menurunnya mental pemain saat ini sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Dia berujar, dengan kehidupan finansial pesepak bola saat ini yang cenderung lebih baik, terkadang fokus mereka tidak terarah. Sehingga, ketika tim tertinggal dan malah dimarahi, bukannya semangat, pemain justru semakin lemas atau bahkan ngambek.
Setelah memutuskan pensiun pada 2013 lalu, dalam konferensi pers sebelum pertandingan terakhirnya melawan West Bromwich Albion, Sir Alex Ferguson mendapat kejutan unik dari para jurnalis.
Tepat setelah mantan pelatih MU itu datang, para jurnalis memberikan pidato singkat sebagai bentuk hormat kepada Fergie sebelum akhirnya mereka menghadiahi satu botol wine merah dan kue berbentuk hairdryer berwarna merah lengkap dengan logo Manchester United.
Selama 26 musim menangani United, Sir Alex Ferguson sering memberi ‘hairdryer treatment’ kepada nama-nama seperti Luis Nani, Wayne Rooney, Robin van Persie, Rafael da Silva, hingga Cristiano Ronaldo.
Sementara satu nama yang sama sekali tidak pernah terkena ‘hairdryer treatment’ adalah, Eric ‘King’ Cantona.