Ronaldo Luis Nazario de Lima, merupakan salah satu talenta berbakat asal Brasil yang pernah menguasai panggung dunia. Membela sejumlah klub berkelas dan tampil sempurna bersama Timnas Brasil, banyak aksinya diatas lapangan yang menjadi mimpi buruk lini pertahanan lawan.
Dirinya dikenal sebagai pemain yang punya lari kencang, dribel bola menawan, dan juga tendangan yang sangat akurat. Meski lemah dalam menyundul bola, tapi keseluruhan permainannya sangat mengagumkan. Ronaldo bisa membawa bola sendirian dari tengah, dan melewati beberapa pemain lawan. Dalam keadaan terdesak pun, dia bisa memanfaatkan kecepatan dan keahliannya mengolah bola untuk melepaskan diri. Mendapat ruang sedikit saja, gol pun bisa tercipta.
Ronaldo memulai karier profesional nya bersama Cruzeiro. Setelah itu, ia terbang ke Eropa untuk memulai petualangan gemilangnya dengan bergabung bersama klub Eredivisie, PSV Eindhoven. Di musim pertamanya, Ronaldo keluar sebagai pencetak gol terbanyak Liga Belanda dengan torehan 30 gol. Meski sempat alami cedera lutut, Ronaldo tetap sumbangkan 12 gol dari 13 penampilan untuk raksasa Belanda. Bahkan, ia juga berhasil meraih trofi Piala Belanda bersama PSV pada tahun 1996.
Karena dinilai punya bakat spesial, FC Bacelona lantas meminangnya. Sir Bobby Robson yang merupakan manajer FC Barcelona saat itu memproyeksikan Alan Shearer sebagi target utama, sayangnya Blackburn Rovers tidak mengijinkan Shearer untuk pergi. Maka target pun beralih kepada Ronaldo untuk memakai seragam no. 9. Saat itu, PSV Eindhoven setuju untuk melepas Ronaldo dengan nilai transfer 12 juta pounds atau setara 211 milliar rupiah.
Penampilan il Fenomeno mencapai puncaknya di Barca kala ia secara spektakuler mencetak 47 gol dalam 49 penampilan disemua ajang kompetisi.
Bersama Blaugrana, Ronaldo meraih trofi Winner Cup, Piala Spanyol dan Piala Super Spanyol. Selain itu, Ronaldo juga menjadi pencetak gol terbanyak di Liga dengan 34 gol dari 37 penampilan. Akan tetapi, manajemen yang tak kunjung memperpanjang kontraknya membuat Ronaldo geram.
Akhirnya, Ronaldo hijrah ke klub Serie A, Inter Milan.
Saat didatangkan inter, Ronaldo berstatus sebagai pemain termahal. Namun begitu, romansanya bersama La Beneamata tak berakhir manis. Ia justru menerima pengalaman paling pahit sepanjang karier disana.
Boleh dibilang, nasib Inter tak semujur Barca. Salah satu hari terburuk Ronaldo terjadi pada 21 November 1999 saat melakoni laga kontra Lecce. Dia mengalami cedera lutut dan harus dibawa ke meja operasi.
Cedera tersebut membuatnya harus dioperasi dan mengalami masa rehabilitasi selama lima bulan, atau total sekitar 140 hari. Ronaldo kembali bermain pada 12 April 2000, di final Coppa Italia menghadapi Lazio. Akan tetapi, ia hanya bermain selama 7 menit karena cedera lututnya kembali kambuh untuk kedua kalinya.
Akibat cedera keduanya tersebut, Ronaldo harus absen hingga musim 2001/02, atau selama 521 hari.
Situasi nya saat alami cedera lutut jelas amat kontras dengan aksinya di musim perdana, kala ia sukses mencetak 25 gol dan membawa Inter menjadi runner-up di bawah Juventus. Tak hanya itu, pencetak gol terbanyak Eredivisie periode 1994/95 tersebut juga berhasil membantu pasukan Luigi Simoni meraih Piala UEFA dan menyumbangkan enam gol di ajang tersebut.
Setelah sembuh dari cedera, Ronaldo sempat bangkit dengan torehan empat gol yang membawa Inter hanya tinggal selangkah lagi merengkuh scudetto setelah penantian lebih dari satu dekade. Nahas, nasib baik memang tak merestui kisah Ronaldo dengan i Nerazzuri.
Di laga pemungkas musim 2001/02, Inter malah takluk 2-4 dari Lazio dan mesti mengubur dalam-dalam hasrat untuk menjadi juara. Laga itu sendiri akhirnya menjadi laga perpisahan Ronaldo dengan Inter. Pada musim berikutnya, Ronaldo memilih untuk hengkang ke Real Madrid.
Secara keseluruhan, Ronaldo bermain sebanyak 99 kali dan sukses menceploskan 59 gol bagi Inter, dan di tahun 2002 Ronaldo tetap berhasil mencetak tujuh gol dalam 14 pertandingan. Kala itu, ia mengubah gaya permainannya menjadi lebih mengandalkan teknik dan naluri mencetak gol alih-alih kecepatan.
Gaya permainan Ronaldo itu lantas membuatnya memenangkan Piala Dunia 2002 bersama Brasil, di mana ia mencetak 8 gol dan menjadi pemain terbaik. Ia juga memenangkan gelar pribadi sebagai pemain terbaik dunia di tahun tersebut.
Di Madrid sendiri, kehebatannya terasa mulai menurun. Dia bahkan sering dikecam publik Santiago Bernabeu. Meski masih sering mencetak gol, Ronaldo dianggap makin tak disiplin dan mulai kegemukan. Selain itu, cedera juga masih sering mengikutinya, terutama di otot kakinya. Sampai akhirnya dia pun pindah ke Milan pada musim 2006/07. Dan sama saja, di Milan dirinya juga sering istirahat karena cedera, hingga putuskan pulang ke Brazil.
Terlepas dari semua itu, tidak ada yang tahu akan seperti apa karier Ronaldo tanpa cedera yang ia dapatkan pada 21 November 1999 tersebut. Bagi Ronaldo, cedera lutut itu adalah awal kisah pilunya. Sebuah cedera yang mengawali semua cedera Ronaldo, dari mulai ligamen lutut yang kembali sobek pada 2000, fraktur tulang kering (tibia) pada 2007, tempurung lutut (patella) pecah pada 2008, sampai patah tangan pada 2009.
Jika mengulas kembali kisah cedera Ronaldo, mantan fisioterapisnya, Nilton Petrone, merasa amat trauma. Bahkan, Nilton berani menyebut kalau cedera itu nyaris membunuh Ronaldo. Ia menjelaskan jika Ronaldo sangat rentan terhadap cedera. Ia mengakui perlunya memonitori pergerakan dari Legenda Brasil tersebut.
Jika ditotal, ia harus absen selama 1082 hari atau sekitar tiga tahun, dengan 123 pertandingan yang ia lewatkan bersama Inter, AC Milan, serta Corinthians.