“Kamu terlalu muda untuk bermain bola. Fokuslah pada pendidikanmu!”
Ricardo Aimar, tidak ingin membiarkan anaknya, Pablo Aimar, terperangkap dalam pusaran sepakbola. Karena bagi Ricardo, sepakbola tidak akan pernah memberikan kehidupan yang lebih baik bagi putranya. Akan tetapi, meski Pablo Aimar tergolong dalam anak yang berbakti kepada orang tua, kini ia memilih untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Aimar yang mempelajari bagaimana menjadi seorang pesepakbola, sedikit meniru sifat yang lekat dalam diri ayahnya. Kerendahan hati, kerja keras, dan kejujuran, tiga poin itulah yang menjadikan Aimar kuat dalam menghadapi setiap tantangan.
Tepat ditahun 1993, atau saat usianya menginjak 13 tahun, Aimar memberanikan diri untuk berbicara kepada legenda klub River Plate, Daniel Passarella, bahwa dia ingin bergabung dengan klub tersebut. Barulah, Daniel Passarella menjadi pihak yang berbicara dengan ayah Aimar untuk mengatakan bahwa putranya itu memiliki talenta yang begitu luar biasa.
Dengan begitu, Ricardo Aimar pun tidak memiliki pilihan. Dengan hati yang sedikit gelisah, ia melepas anaknya untuk menekuni sepakbola diusia yang masih tergolong muda.
Sama seperti kebanyakan talenta dunia lainnya, perjalanan Aimar dimulai dari sepakbola jalanan. Ia kerap menghabiskan waktu dengan teman sebayanya hanya untuk memainkan si kulit bundar.
Pablo Cesar Aimar Giordano dikenal sebagai gelandang serang yang sangat luar biasa. Aimar merupakan jebolan akademi sepakbola Argentina, Estudiantes Rio Cuarto. Pelatih mudanya dulu, Alfie Mercado, melihat Aimar sebagai bakat yang diprediksi akan bersinar. Kecepatan, kontrol bola, hingga membaca permainan, mampu dikuasai dengan oleh pria bertinggi 170 cm itu.
Setelah resmi bergabung dengan River Plate pada 1993, Aimar melakukan debut untuk River pada 11 Agustus 1996 melawan Colon. Gol pertamanya untuk klub tersebut hadir pada 20 Februari 1998 dilaga melawan Rosario Central.
Empat musim memperkuat River Plate ia mengemas 21 gol dari 82 laga. Selain itu, ia juga sukses mempersembahkan dua trofi liga dan satu trofi piala super untuk River Plate.
Menyusul penampilan luar biasa bersama River Plate, Aimar dilirik oleh klub Eropa, Valencia. Disinilah, dirinya disebut sebagai penerus Diego Maradona. Jauh sebelum Lionel Messi disejajarkan dengan Maradona, Aimar lebih dulu dilabeli the next Maradona oleh publik Argentina.
Pergerakannya yang cepat, memiliki visi yang baik, handal dalam melewati pemain, umpan-umpannya terukur, tubuhnya yang mungil serta rambutnya yang gimbal membuat publik Argentina seolah kembali melihat sosok Maradona dalam versi baru.
Di Valencia, masa kejayaan Aimar dalam dunia sepakbola Eropa mencuat. Ia diboyong ke Spanyol dengan bandrol 24 juta euro atau setara 353 miliar rupiah. Lima musim memperkuat Los Che, Aimar mengemas 27 gol dari 162 laga. Dia merasakan dua kali mengangkat trofi La Liga, dua kali trofi piala super dan satu trofi liga Europa. Sementara itu, di final Liga Champions musim 2000/01 Aimar gagal membawa timnya juara setelah dikalahkan Bayern Muenchen lewat adu penalti.
Saat itu, Aimar benar-benar menjadi pujaan rakyat Estadio Mestalla. Pasalnya, Valencia sempat tak meraih menjuarai La Liga selama 30 tahun sebelum Aimar datang berlabuh.
Kehebatan Aimar sendiri diakui langsung oleh Maradona. Sejak Aimar memutuskan untuk hijrah ke Eropa untuk membela Valencia, Maradona sudah memprediksi bahwa Aimar akan menjadi pemain hebat. Ternyata apa yang diucapkan Maradona itu benar adanya. Aimar kemudian menjadi sosok penting dalam kejayaan yang diraih Valencia saat itu. Gelontoran trofi bergengsi berhasil ia sumbangkan untuk klub asal Spanyol tersebut.
Kehebatan Aimar saat menjadi motor serangan Valencia itulah yang pada akhirnya membuatnya dijuluki El Magoa, atau yang memiliki arti Si Penyihir.
Namun saat Ranieri masuk ke jajaran pelatih Valencia, Aimar mulai kesulitan tembus tim utama. Hingga pada akhirnya, ia harus tersingkir dari persaingan dan hengkang ke kesebelasan La Liga lainnya, Real Zaragoza. Setelah julukan Si Penyihir masih melekat erat dalam dirinya, Zaragoza sempat dibawanya merangsak ke peringkat empat pada paruh musim pertamanya, dan berkesempatan berlaga di kompetisi Liga Champions Eropa.
Namun, cedera lutut yang ia derita pada pertengahan musim membuatnya harus absen selama sebulan. Zaragoza yang kehilangan sang penyihir pun harus terlempar dari posisi lima besar pada akhir musim.
Bisa dibilang, tahun 2006 menjadi awal dari kemerosotan karier Pablo Aimar. Aimar hanya dua musim memperkuat Los Blanquillos. Dari 47 pertandingan di La Liga, dia hanya mencetak lima gol saja.
Aimar pun lantas memutuskan untuk pindah kompetisi. Dia kemudian bergabung dengan klub Liga Primer Portugal, Benfica. Aimar kembali pada penampilan terbaiknya, musim kedua bersama Benfica ia memberikan trofi Liga. Selama lima musim di Portugal, Aimar sudah bermain sebanyak 171 kalai di seluruh kompetisi.
Saat itu, di Benfica, Aimar berduet dengan mantan rekan setimnya di River Plate, Javier Saviola. Perlu diketahui, keduanya menjadi sosok di balik kesuksesan River Plate yang menjuarai Liga Apertura dan Clausura Argentina pada 2000, meski saat itu keduanya masih berusia 19 dan 17 tahun. Keduanya pun hengkang dari River dengan periode yang tak jauh berbeda, Aimar pada Januari 2001, sementara Saviola enam bulan kemudian menuju Barcelona.
Setelah lima musim membela raksasa Portugal, kontrak Aimar akhirnya habis. Selepas bermain untuk Benfica, Aimar justru putuskan untuk berkarier di Malaysia bersama Johor Darul Takzim.
Keputusan itupun berbuah fatal.
Belum genap setahun membela klub asal Malaysia tersebut, Aimar malah dipecat begitu saja. Johor Darul Takzim putuskan untuk akhiri kontrak Aimar lantaran sang pemain kerap terkena cedera. Johor frustrasi dan memilih mengambil solusi ekstrem. Mereka memutuskan langsung memecat Aimar dengan alasan telah sia-sia membuang-buang uang untuknya.
Setelah sempat berstatus tanpa klub, Aimar akhirnya pulang ke Argentina. 15 tahun berkelana diluar Argentina, Aimar menjalani debut saat River mengalahkan Rosario Central pada 31 Mei 2015.
Namun ternyata laga itu menjadi laga pertama, sekaligus terakhir bagi Aimar. Pada 16 Juli 2015, Aimar memutuskan untuk gantung sepatu setelah namanya tak diikut sertakan pelatih River, Marcelo Gallardo, yang akan menjalani laga semi-final Copa Libertadores.
Keputusan yang diambil Gallardo untuk tak menyertakan Aimar adalah keputusan terbaik setelah Aimar menceritakan masalahnya selama ini pada Gallardo. Aimar sempat berkata bahwa ia merasa menderita dengan cedera yang dialaminya.
Maka ketika keputusan Gallardo telah diambil, ia pun memutuskan untuk tak lagi bermain sepakbola.
Meski akhiri karier dengan cara yang kurang diinginkan, perjalanan Aimar banyak diminati oleh pecinta sepakbola dunia. Bahkan, ia berhasil menjadi inspirasi bagi sebagian pemain, termasuk bintang FC Barcelona, Lionel Messi.
Messi bahkan tak segan untuk menyebut Aimar sebagai idola masa kecilnya.
Menurut Messi, Aimar adalah salah satu pemain terbaik Argentina. Ia sudah banyak memberinya inspirasi dan menjadi idola semasa kecilnya. Ketika Aimar putuskan pensiun, Messi bahkan mengucapkan banyak terima kasih bagi Aimar yang sudah memberikan sihirnya di atas lapangan.
“Pablo Aimar akan selalu menjadi idolaku. Aku sangat menikmati permainannya, dan aku sudah mengikuti perjalanannya sejak ia berada di River,”
“Dia adalah pemain terbaik di dunia. Aku sangat berterima kasih kepadanya.” ungkap Lionel Messi (dikutip dari soccer-training).