Sosok tinggi besar itu bernama Patrick Vieira.
Setelah Marcel Desailly dan Zinedine Zidane pensiun dari tim nasional Perancis, tanggung jawab kapten Les Bleus diemban Patrick Vieira. Saat itu, tepat pada tahun 2008, pilihan Raymond Domenech tak keliru. Gelandang kelahiran Dakar, Senegal, 23 Juni 1976, setidaknya pernah menjadi kapten Arsenal ketika The Gunners tiga kali juara Liga Inggris dan empat kali kampiun Piala FA.
Pada Piala Dunia 1998, Vieira yang masih sering berada di bangku cadangan juga turut mengantar Les Bleus juara. Pada final melawan Brasil di Stade de France, Paris, Vieira menyumbang assist bagi terciptanya gol ketiga oleh Emmanuel Petit.
Meski tak memberikan gelar juara bagi Prancis di gelaran Piala Eropa 2008, Patrick Vieira tetaplah menjadi legenda di Tim Ayam Jantan.
Patrick Vieira telah mendedikasikan hidupnya untuk sepak bola. Ia dipandang sebagai sosok berbakat di persepakbolaan Prancis. Vieira memang sudah memiliki jiwa kepemimpinan sejak kecil. Di klub pertamanya, Cannes, Ia sudah melakukan debut di usia 17 tahun dan menjadi kapten pada usia 19 tahun.
Bakat Vieira pada saat itu langsung diendus oleh tim sekelas AC Milan. Namun sayang, sang raja Eropa kala itu tak benar-benar pandai dalam meramu bakat Vieira.
Hanya semusim berada di Milan, dan bermain dalam dua pertandingan, tak cukup bagi Vieira untuk tegakkan badan. Ia muda, kuat, dan masih butuh banyak pengalaman. Karenanya, saat Arsenal datang dengan sejumlah tawaran, Vieira tak tinggal diam. Ia segera berjalan dan terbang menempuh perjalanan dari Italia ke London Utara.
Tepat pada tanggal 16 September 1996, Patrick Vieira menjalani debutnya bersama Arsenal. Masih berusia 20 tahun saat itu, Vieira langsung menunjukkan kelasnya begitu masuk lapangan dan “korbannya” adalah Sheffield Wednesday. Mengawali pertandingan dari bangku cadangan pemain nasional Perancis kelahiran Senegal tersebut membuat lini tengah Arsenal hidup. Laga sendiri sempat tertunda 25 menit karena ada masalah listrik di Highbury.
Tim tamu sempat unggul terlebih dahulu melalui kaki Andy Booth pada menit 25. Berselang tiga menit kemudian Vieira masuk menggantikan Ray Parlour yang mengalami cedera. Kontrol permainan berubah menjadi milik tuan rumah dengan kehadiran Vieira. Arsenal kemudian mampu membalikkan kedudukan menjadi 4-1 hingga peluit akhir berbunyi.
Berkat aksi gemilangnya tersebut Arsene Wenger kemudian menjadikannya pilihan utama mengawal jantung lini tengah The Gunners. Bahkan pada musim 2002/03 ia ditunjuk menjadi kapten tim. Sejak saat itu, tapakan kakinya di tim gedang peluru tak pernah padam oleh kehebatan tim lawan.
Dalam hal ini, Vieira baru saja awali masa keemasaannya di Arsenal, atau bahkan di sepanjang kariernya.
Vieira memang begitu identik dengan Arsenal. Gudang peluru tak akan sekuat dulu jika tidak ada nama Vieira didalamnya. Vieira adalah sosok penting bagi Arsenal. Dibalik aksinya yang terkadang timbulkan percikan, ia merupakan pemimpin sejati dan sosok yang begitu dihormati.
Didapuk sebagai kapten tim pada musim 2002/03, Vieira menjadi kebutuhan Arsenal kala itu. Tidak ada gelandang dengan kemampuan komplet seperti dirinya.
Dengan sosok tinggi menjulang, Vieira selalu bertarung di lapangan. Kekuatan fisiknya juga diimbangi teknik olah bola mumpuni. Berposisi sebagai gelandang tengah, ia muncul sebagai sosok pemain modern dengan kemampuan merebut bola serta memotong serangan lawan.
Sosok yang kuat dalam permainan di dalam lapangan menjadikan dirinya pemimpin. Tony Adams yang menjadi kapten Arsenal selama 14 tahun memutuskan untuk pensiun dan praktis saat itu The Gunners membutuhkan pemimpin baru.
Adams memang dikenal sebagai kapten dengan gaya berteriak di lapangan serta mengomando para rekannya untuk bermain dengan baik. Namun Vieira merupakan kebalikan dari sosok Adams. Ia tidak banyak bicara, apalagi berteriak. Kepemimpinan dirinya ditunjukkan dengan cara bermain di lapangan.
Vieira cukup bicara melalui performa briliannya. Dengan langkah kaki yang tegap dan diikuti tujuan yang jelas, semua akan tahu kalau dialah sang pemimpin utama.
Dengan caranya menjadi pemimpin, Arsenal mampu menjuarai Liga Inggris musim 2003/04 tanpa sekali pun kalah.
Postur tubuh tinggi tak semata-mata dimanfaatkan Vieira untuk membentak rekan mainnya. Ia tahu, bahwa menjadi disegani tak butuh luapan suara. Kakinya yang bicara, kharismanya memberi tanda, dan sorot matanya akan selalu menjadi sebuah asa dari tim yang haus akan gelar juara.
Hingga pada akhirnya, Vieira berniat hengkang dari Arsenal. Gelar juara akan menjadi tanda bahwa dia pernah ada. Musim berikutnya, atau pada 2005/06, Vieira pindah ke klub Serie A lainnya Inter Milan dan menghabiskan sisa karirnya di Manchester City.
Namun meski sang legenda telah ukir cerita di Negri Pizza, Arsenal dan para penggemar tidak pernah bisa mendapatkan sosok Vieira baru. Sebagai kapten, ia selalu menjadi pemain pertama yang keluar dari lorong dan memasuki lapangan pertandingan. Arti pentingnya dalam kejayaan Arsenal saat itu, bagaimanapun, lebih besar dari itu semua, walau tidak selalu tampak lebih nyata dari ban kapten yang erat melekat di lengan kirinya.
Pengorbanan Vieira di dalam dan di luar lapangan sama besarnya. Sebagai putra dari seorang Senegal dan Portugal yang tumbuh besar di Perancis, Vieira menghadapi kesulitan berkomunikasi di Inggris. Namun sebagai seorang pemimpin dari kesebelasan multikultural, ia harus dapat berkomunikasi dengan baik dengan rekan-rekannya.
Tidak jarang Vieira berkomunikasi dengan bahasa lain di luar bahasa ibunya. Di luar lapangan, ia tidak keberatan untuk menyusun acara, baik internal antara para pemain atau bersama keluarga inti dan orang-orang terdekat para pemain.
Tujuannya jelas, Vieira ingin mengajak bicara rekan-rekannya tentang apa yang layak dibicarakan.
Dengan dedikasi luar biasanya, Arsene Wenger menilai sosok Vieira sebagai arti penting dari terbang tingginya peluru-peluru Arsenal.