Piala Dunia menjadi salah satu kompetisi paling diminati. Turnamen yang mempertemukan antar negara terbaik dari berbagai belahan dunia ini selalu menciptakan sejarah yang tak mudah untuk dilupakan. Satu dari sekian edisi paling menyita perhatian tentu Piala Dunia 1958.
Pertemuan antara negara terbaik dunia itu di helat di Eropa, tepatnya di Swedia. Diselenggarakan dari 8 hingga 29 Juni, banyak momen-momen menarik yang terjadi pada gelaran ini.
Diantaranya, Wales lolos melalui babak play-off setelah menempuh kualifikasi tanpa bertanding karena Turki, Indonesia, dan Sudan mengundurkan diri. Ya, Tim Garuda berpeluang lolos ke putaran final Piala Dunia 1958. Kemenangan atas Cina dalam partai perdana babak kualifikasi Asia pada 12 Mei 1957 membuka lebar peluang Indonesia lolos ke babak selanjutnya.
Akan tetapi, Indonesia resmi undurkan diri setelah bertemu Israel, dan menolak mengakui kedaulatan negara tersebut, dengan enggan bertanding di markas mereka.
Hal menarik lainnya adalah, saat menghadapi Jerman Barat, timnas Argentina mengenakan kostum Malmoe. Itu karena kostum biru-putih mereka bentrok dengan kostum putih lawan.
Dan tentunya, yang menjadi sorotan dalam gelaran ini tentu hadirnya sosok remaja berusia 17 tahun, bernama Edson Arantes do Nascimento atau lebih dikenal sebagai Pele.
Pele merupakan anak pertama dari pasangan Joao Ramos dan Dona Celeste. Semasa kecil, Pele tumbuh dalam lingkungan kumuh dan miskin. Bahkan, Pele kecil nyaris tidak punya apa-apa untuk mengembangkan bakat dasar sepak bolanya. Ia hanya membuat bola sepak dengan bahan gulungan kain.
Saat berusia 15 tahun, Pele dilirik mantan pemain timnas Brasil Waldemar de Brito. Ia diajak de Brito bergabung dengan klub profesional Santos. Pada 1955, Pele pun menandatangani kontrak dengan klub tersebut.
Permainan Pele remaja membuat pihak manajemen kagum dan langsung diajak berlatih dengan tim utama. Belum genap 16 tahun, pada penampilan perdananya, Pele telah mencetak sebuah gol. Gol itupun membuat nama Pele kian menggema.
Kelihaian Pele mengolah si kulit bundar akhirnya menuntun sang legenda masuk ke dalam timnas Brasil. Pada Piala Dunia 1958 di Swedia, masyarakat dunia mulai mengenal Pele. Penampilannya luar biasa. Tubuh atletis dan tajam di atas lapangan, membuat Pele menjadi atensi ribuan pasang mata.
Pada Piala Dunia 1958, Pele tidak bermain di semua laga grup. Dia hanya main di laga terakhir grup melawan Uni Soviet. Meski tidak mencetak gol, tapi Brasil menang 2-0 saat itu.
Di perempat final, Prancis dengan Just Fontaine mampu mengatasi perlawanan Irlandia Utara. Sedangkan Jerman Barat menang atas Yugoslavia lewat gol tungggal Helmut Rahn.
Sedangkan Swedia mampu mengandaskan Uni Soviet. Di perempat final lain, Brasil kalahkan Wales 1-0 lewat gol tunggal Pele. Tuan rumah Swedia melanjutkan aksi ciamik mereka dengan mengalahkan Jerman Barat 3-1 di semifinal.
Di laga semifinal lain, Brasil menang 5-2 atas Prancis. Prancis lalu merebut posisi tiga setelah mengalahkan Jerman Barat 6-3.
Babak semifinal melawan Prancis sendiri menjadi hal yang begitu luar biasa bagi Pele. Pasalnya, saat itu ia berhasil menyumbang tiga gol sekaligus. Padahal, Prancis diisi pemain seperti Just Fontaine yang begitu subur dan memecahkan rekor gol Piala Dunia. Kala itu, Fontaine keluar sebagai top scorer setelah mencetak 13 gol untuk Prancis.
Setelah resmi antar Timnas Brasil lolos ke final, Pele kembali tunjukkan tajinya sebagai remaja ajaib.
Di partai final, Brasil tampil di final dengan seragam dadakan. Kalah dalam undian penentuan kostum, mereka harus menanggalkan kostum kuning yang sama dengan Swedia. Meski ada kostum putih, pilihan itu tak diambil karena trauma Tragedi Maracanazo di Piala Dunia 1950. Akhirnya, dibelilah sejumlah kaus biru dari toko di pusat kota Stockholm.
Dalam laga puncak yang paling dinanti itu, fans Swedia sudah bersorak ketika timnya membobol gawang Brasil di menit ke-4. Tapi, Brasil segera menyamakan kedudukan lewat Vava. Vava pula yang lalu membuat Brasil unggul 2-1 jelang babak pertama selesai.
Babak kedua, murni menjadi milik Brasil. Pele tunjukkan kelasnya lewat dua gol, sedangkan satu gol lagi dicetak Mario Zagallo sebelum Swedia juga mencetak gol hiburan.
Perlu dicatat, saat itu Pele baru berusia 17 tahun.
Perayaan di lapangan dilakukan para pemain termasuk Pele. Namun, di saat kegembiraan mengharu biru para penggawa Selecao, Pele tampak menangis terisak di pundak sang penjaga gawang Brasil, Gilmar.
Tangisan Pele membuat Gilmar, lelaki yang 10 tahun lebih tua dari Pele itu bertanya-tanya. Seperti dikutip dari foxnews, Pele menangis bukan lantaran juara yang diraihnya, melainkan ingatan Pele tentang ayahnya yang menangis saat dikalahkan Uruguay dalam final Piala Dunia 1950 di Brasil.
Kejadian itu, kata Pele, tak akan pernah dilupakan sampai kapan pun.
“Aku harap, aku tidak akan mengalami hal yang sama seperti yang aku rasakan ketika usia sembilan tahun,”
“Aku melihat ayah menangis karena Brasil kalah di Piala Dunia.”
Tangisan sang ayah itulah yang membuat Pele bersumpah akan memenangkan Piala Dunia untuk ayahnya, dan juga Brasil.
Dan, sumpah itu pun berhasil dipenuhi olehnya. Bahkan, di Piala Dunia 1958, Pele tak hanya membuat bahagia Brasil dan ayahnya, namun sejumlah rekor juga turut ia ciptakan dalam edisi tersebut. Datang ke Swedia sebagai pemecah rekor pemain termuda, yang kemudian dipatahkan Norman Whiteside pada 1982, Pele lantas menjadi aktor utama Tim Samba merebut gelar juara untuk kali pertama.
Golnya ke gawang Wales pada perempat final juga membuat dirinya jadi pencetak gol termuda dalam sejarah Piala Dunia. Lalu, golnya ke gawang Swedia di partai puncak pun menjadikannya sebagai pencetak gol termuda di final Piala Dunia.