Tahun 1998, atau tepat setelah 60 tahun lamanya, Piala Dunia kembali ke tanah kelahirannya, Prancis. Digelaran kala itu, FIFA kembali membuat beberapa kebijakan baru. Pertama adalah tentang jumlah peserta dari 24 menjadi 32. Hal ini membuat hadirnya beberapa negara debutan seperti Jamaika, Kroasia, dan Jepang.
FIFA juga memberlakukan sistem golden goal pada fase gugur. Jika dalam waktu normal skor berakhir imbang, maka kesebelasan yang mencetak gol pada perpanjangan waktu akan menjadi pemenang.
Piala Dunia 1998 tak pernah berhenti menjadi perbincangan. Gelaran akbar yang menjadikan Prancis sebagai tuan rumah itu akan selalu diingat sebagai satu yang paling membekas, penuh kenangan, dan bersejarah. Bahkan, banyak yang mengatakan kalau terdapat banyak kejanggalan hingga misteri-misteri yang sulit dipecahkan.
Piala Dunia 1998 menyajikan cerita menarik sejak babak penyisihan. Brasil kalah dari Norwegia, begitu juga Inggris yang tiba-tiba tumbang dari Rumania, di sisi lain kepakan sayap Elang Afrika milik Nigeria sukses kejutkan Spanyol.
Ada pula kejutan yang lahir dari Kroasia. Tim dengan corak putih-merah itu hanya butuh lima tahun untuk bisa merasakan turnamen internasional pertama mereka yaitu Piala Eropa 1996. Di usianya yang ketujuh, mereka secara mengejutkan lolos ke Piala Dunia.
Di gelaran Prancis 1998, Kroasia disebut-sebut sebagai underdog terbaik sepanjang sejarah Piala Dunia. Striker mereka, Davor Suker mengakhiri turnamen sebagai top skor dengan enam gol. Mereka bahkan meraih kemenangan lebih banyak ketimbang Brasil yang meraih posisi kedua.
Akan tetapi, semua cerita itu tidak terlalu menarik ketika melihat apa yang terjadi di laga puncak. Partai pamungkas yang mempertemukan antara tuan rumah Prancis dan juara bertahan Brasil memunculkan banyak momen-momen tak terduga, salah satunya adalah “hilangnya” Ronaldo Nazario de Lima di laga tersebut.
Di usia yang baru 22 tahun, Ronaldo Luiz Nazario De Lima sudah mengantungi dua gelar pemain terbaik dunia dan satu gelar Ballon d’Or. Prestasinya diprediksi akan lengkap jika pada Piala Dunia 1998, ia membawa Brasil menjadi juara kelima kalinya.
Empat tahun sebelumnya, Ronaldo sebenarnya sudah merasakan trofi Piala Dunia. Namun ia tidak bermain semenit pun. Barulah pada 1998 ia menjadi pilihan utama di lini depan skuad asuhan Mario Zagallo.
Di turnamen tersebut, Ronaldo benar-benar menjadi bintang. Meski hanya mencetak satu gol di fase grup, Ronaldo menggila di fase gugur. Ia mencetak dua gol kala Brasil menghajar Chile, dan mencetak satu gol penting bagi skuat samba untuk lolos dari hadangan timnas Belanda.
Akan tetapi, sehari sebelum menghadapi Prancis di babak final kondisi Ronaldo berubah dari semula ceria menjadi pemurung. Ia lebih banyak diam di kamar. Wajahnya pucat dan terlihat seperti orang yang ketakutan.
Menurut mantan bintang AC Milan, Leonardo, penyerang berkepala plontos itu mengalami sawan secara tiba-tiba menjelang tidur di hotel tim.
Leonardo termasuk salah satu pemain yang ada pada saat kejadian jelang final Piala Dunia 1998 tersebut. Seperti diketahui, hingga sekarang, apa yang sebenarnya terjadi belum sepenuhnya diklarifikasi, termasuk kenapa kemudian tim medis menganggapnya sehat dan mengizinkannya bermain.
“Ronaldo hendak tidur siang waktu itu, hari dimana pertandingan akan digelar, seperti juga kami. Ketika dia tidur, di situlah dia kejang-kejang. Roberto Carlos yang berada satu kamar dengannya kemudian berlari meminta pertolongan,” (dikutip dari FourFourTwo)
Seperti apa yang dikatakan Leonardo, Roberto Carlos menceritakan kalau Ronaldo mengalami kejang yang membuat seluruh pemain khawatir. Yang lebih mengerikannya lagi, Edmundo, pria yang kini berusia 48 tahun mengatakan,
“Aku melihat tubuhnya bergetar kencang dan mulutnya sempat mengeluarkan busa. Aku melihat ia memukul kepalanya dan beberapa kali aku melihat lidahnya hampir tertelan,” (dikutip dari FourFourTwo)
Setelah dokter memeriksa Ronaldo, dikatakan bahwa tidak ada sesuatu yang berbahaya. Ronaldo kemudian bangun pukul 5 sore dan masih belum sadar apa yang terjadi. Lalu, tim memutuskan untuk memasang Edmundo yang dianggap lebih fit untuk bermain.
Ketika Ronaldo terbangun dari tidurnya, seluruh ofisial dan pemain timnas Brasil memutuskan untuk tidak memberitahu Ronaldo apa yang terjadi. Ketika skuat timnas Brasil pergi ke Stade de France untuk menjalani laga final, Ronaldo justru dibawa ke Klinik Lilas di Paris. Ketika itu rumor Ronaldo tidak akan bermain di final sudah beredar. Sementara Edmundo, sudah diplot Zagallo untuk menjadi starter.
Hingga tiba di hari final melawan Prancis, Mario Zagallo tidak melakukan pemanasan di lapangan dan hanya melakukan peregangan di ruang ganti. Mereka takut mengecewakan pendukung Brasil jika menyadari ketiadaan Ronaldo di sesi pemanasan.
Dengan perasaan cemas dan tak tahu apa yang nantinya terjadi, skuat Brasil dikejutkan dengan permintaan Ronaldo kepada Zagallo untuk dimainkan. Sebelumnya, Ronaldo yang dikabarkan bakal absen tiba di stadion 40 menit sebelum laga berlangsung.
Zagallo yang sempat tidak ingin memainkan Ronaldo pun berubah pikiran. Namun perubahan keputusannya itu berbuah pahit. Ronaldo tampil jauh dari harapan. Tidak bertenaga, tidak mampu berlari, dan kehilangan gerak tipu yang menjadi andalannya.
Di laga itu, Brasil kalah 0-3 dari tuan rumah.
Mengomentari tentang keputusannya, Zagallo mengaku kalau ia tidak punya pilihan. Ia mengatakan lebih baik kalah dengan memainkan Ronaldo, ketimbang harus dicaci publik karena tidak memainkan pemain terbaik di laga final.
Hingga saat ini, belum ada jawaban pasti tentang apa yang menimpa Ronaldo. Diawal 2018 lalu, Ronaldo yang berbicara kepada FourFourTwo menjelaskan versi dirinya, tentang apa yang menimpanya jelang final Piala Dunia 1998.
“Aku memutuskan beristirahat setelah makan siang. Terakhir yang aku ingat adalah, aku pergi ke tempat tidur. Setelah itu, aku kejang. Aku di kelilingi rekan-rekan pemain dan kemudian dokter Lidio Toledo datang. Mereka tak mengatakan apa yang terjadi,”
“Aku kemudian meminta semuanya keluar dari kamar karena aku ingin tidur. Setelah itu Leonardo memintaku berjalan di taman hotel dan menjelaskan kepadaku apa yang terjadi. Dia bilang aku tak perlu bermain di final,”
Namun lagi-lagi, tetap saja jawaban Ronaldo tidak menjelaskan apapun. Imbasnya, berbagai teori konsprasi bermunculan. Paling tidak ada lima teori konspirasi yang beredar soal apa yang menimpa Ronaldo.
Pertama, Nike dan Federasi sepak bola Brasil, CBF. memaksa Ronaldo bermain. Kedua, Brasil dianggap “menjual” Piala Dunia. Dalam konspirasi ini disebutkan bahwa para pemain Brasil menerima suap sebesar 23 juta pounds untuk mengalah. Brasil dijanjikan akan menjadi tuan rumah pada Piala dunia 2006 dan akan lolos dengan mudah pada Piala Dunia 2002 jika melepas laga kontra Prancis.
Berikutnya, ada konspirasi yang menyebut kalau Ronaldo diracun. Yang keempat, Ronaldo memang berada dalam kondisi yang tidak sehat. Disebutkan bahwa Ronaldo sebenarnya memiliki masalah kesehatan. Kondisi yang sudah lama di rahasiakan oleh sang bintang.
Yang terakhir adalah pil biru. Dalam konspirasi ini disebutkan jika dokter sudah memberikan Ronaldo “pil biru” sebagai obat penghilang sakit. Namun obat itu memiliki efek seperti obat bius.
Pada edisi Piala Dunia berikutnya, atau tepat pada tahun 2002, Ronaldo berhasil mengantarkan Brasil menjuarai Piala Dunia 2002 di Jepang. Namun jelang malam final melawan Jerman, ia mengaku tak bisa tidur.
Ronaldo mengaku trauma dengan kejadian yang dialaminya jelang final Piala Dunia 1998 di Perancis. Namun begitu, kurang tidur tak membuat Ronaldo tampil buruk. Ia berhasil mencetak dua gol di final dan mengantarkan gelar juara dunia kelima bagi negaranya.
Laga final Piala Dunia 2002 seolah menjadi pembalasan termanis Ronaldo terhadap apa yang telah menimpanya di gelaran 98.