Arsenal merupakan klub papan atas di sepak bola Inggris. Setelah kejayaan di era 30-an, Arsenal kembali mendapatkan masa keemasan, pada awal dekade 2000-an bisa dikatakan sebagai masa emas klub berjuluk Meriam London itu di negeri Ratu Elizabeth.
Berbicara tentang kejayaan Arsenal selalu teringat pada musim 2003/04, Kala itu Arsenal berhasil memenangkan Liga Primer Inggris tanpa kekalahan bersama dengan Arsene Wenger selaku manajer. Kehebatan skuatnya yang tidak terkalahkan pada waktu itu dijuluki The Invincibles.
Gelar Liga primer tersebut merupakan yang kedua di raih Arsenal di era milenium anyar setelah sebelumnya juara di musim 2001/02. Masa kejayaan Arsenal juga ditandai dengan raihan piala FA selama dua musim beruntun, yakni 2001/02 dan 2002/03.
Sosok Arsene Wenger menjadi kunci utama dalam keberhasilan Meriam London merebut trofi Liga Primer dengan status unbeaten atau tak terkalahkan tersebut. Pelatih yang menukangi tim sejak 1996 itu berhasil memandu anak buahnya tampil konsisten.
Cerita musim bersejarah Arsenal berawal pada 1 Juli 2003. Saat itu jendela transfer sedang dibuka sebelum dimulainya kompetisi Liga Primer. Kondisi keuangan Arsenal sedang terpecah karena juga harus fokus untuk melakukan belanja pemain secara besar-besaran demi mendongkrak performa tim.
Hampir sebagian besar dana tersebut dialih fungsikan untuk membayar pembangunan stadion baru yakni Stadion Emirates. Alhasil, Wenger, yang hanya sedikit memiliki dana belanja pemain, harus pintar-pintar mengeluarkan uang dari kantong tim untuk membeli pemain yang benar-benar dibutuhkan.
Berbagai pertimbangan matang dilakukan Wenger beserta jajaran manajemen untuk membangun skuat yang kompeten menghadapi musim kompetisi 2003/04.
Di musim tersebut, Arsenal tak terlihat agresif di bursa transfer. Pembelian pemain besar mereka hanya ada pada sosok kiper veteran Jerman, Jens Lehmann yang didapat dengan harga murah. Serta Jose Antonio Reyes yang tampil gemilang di Sevilla yang dibeli di bursa transfer musim dingin 2004.
Selebihnya, Arsene Wenger lebih menitikberatkan pembelian pada para pemain muda seperti Gael Clichy, Cesc Fabregas, dan Djohan Jorou. Tak hanya itu, Arsenal juga mampu mempertahankan pemain-pemain terbaiknya dengan memberinya kontrak anyar seperti untuk Robert Pires dan Patrick Viera.
Wenger tak melakukan perombakan besar-besaran. Ia hanya melakukan sedikit perbaikan dan masih percaya tim terbaik miliknya yang sudah jadi juara di dua musim sebelumnya.
Sebelum memulai kompetisi, Arsenal lebih dulu menjalani serangkaian uji coba. Dari sembilan laga pra musim, pasukan Meriam London mampu meraih 4 kemenangan, 4 seri serta 1 kekalahan.
Arsenal membuka tirai kompetisi musim 2003/04 dengan hasil negatif, tampil di Community Shield yang mana menjadi laga debut bagi Jens Lehmann, mereka kalah adu penalti dengan skor 3-4 dari Manchester United.
Namun kekalahan tersebut tidak menjadi masalah bagi Arsenal. Sepekan berselang,Arsenal membuka lembaran tanpa terkalahkan mereka dengan menjamu Everton pada pekan pertama Liga Primer di stadion Highbury. Meski bermain dengan 10 orang setelah Sol Campbell dapat kartu merah di babak pertama,Arsenal mampu menang tipis 2-1.
Kemenangan di pekan pertama tersebut menjadi awal kesuksesan mereka, setelah itu, Patrik Viera dan kawan-kawan tampil dominan di liga. Dalam empat pertandingan awal di liga, Arsenal berhasil memuncaki klasemen.
Hasil imbang menghadapi Manchester United pada bulan September menandai kisah buruk antara kedua klub: beberapa pemain Arsenal dituntut dan didenda oleh Asosiasi Sepakbola Inggris karena ambil bagian dalam perkelahian massal yang terjadi setelah pertandingan usai.
Selain Manchester United, Dalam perjalanannya tim meriam london mendapat saingan berat dari Chelsea dan juga Liverpool di klasemen papan atas.
Setelah menjalani laga demi laga, Arsenal berhasil mengunci gelar juara pada 25 April 2004 atau tepatnya di pekan 34 saat meraih hasil seri 2-2 melawan Tottenham Hotspurs di White Hart Lane. Pada 15 Mei, laga terakhir di liga, mereka menjamu Leicester City dan unggul 2-1 lewat gol penalti Thiery Henry dan Patrick Viera.
Laga pada 15 Mei inilah yang memastikan Arsenal menjadi juara dengan rekor tak terkalahkan. Dengan nada yang plastis, Wenger bahkan menganggap prestasi ini lebih penting ketimbang menjuarai Liga Champions.
Dari 38 pertandingan, The Guners mencatatkan rekor 26 kali menang, 12 kali imbang, dan tidak pernah kalah dengan mengumpulkan total 90 poin, unggul 11 poin dari Chelsea di posisi runner up.
Arsenal juga menjadi tim paling produktif, mencetak 73 gol dan kemasukan 26 kali dengan dengan selisih +47. Sang striker, Thiery Henry keluar sebagai pencetak gol terbanyak dengan 30 gol.
Dengan menerapkan formasi 4-4-2, Arsenal musim itu tampil memukau. Kedatangan Jens Lehmann berhasil membuat Arsenal melupakan rasa kehilangan David Seaman. Lini belakang Arsenal juga makin kokoh dengan paduan muda-tua antara Kolo Toure-Sol Campbell sebagai palang pintu pertahanan.
Lini tengah Arsenal nampak lebih solid. Gilberto menjalankan perannya sebagai pemutus bola. Di saat bersamaan, Vieira berupaya keras untuk memastikan alur bola dari belakang, tengah, hingga ke depan berjalan dengan lancar. Dalam skema Wenger, Vieira merupakan otak dan titik penting agar transisi dari bertahan ke menyerang bisa berlangsung mulus.
Tidak dapat dilupakan pula sisi sayap Arsenal yang memiliki duet maut dalam wujud Pires serta Ljungberg. Kecepatan dan kecerdikan keduanya dalam memanipulasi kemampuan bertahan pemain lawan adalah senjata rahasia tersendiri.
Keganasan Arsenal terlihat juga di lini depan dengan hadirnya sosok Thierry Henry dan Dennis Bergkamp. Henry, saat kampanye Arsenal berlangsung, tengah berada pada fase prima. Kecepatannya, visinya, maupun tekniknya menjadi peluru yang tak berhenti menerjang.
Prestasi Arsenal yang dikapteni oleh Patrik Viera ini bisa dibilang cukup istimewa mengingat klub-klub papan atas Liga Inggris pada saat itu banyak yang berbenah sehingga tingkat persaingan menjadi cukup sengit.
Chelsea, misalnya, kian berambisi untuk menguasai liga dan Eropa semenjak kedatangan miliarder asal Rusia, Roman Abramovich. Manchester United tak ketinggalan menginjak pedal gas dengan sederet amunisi macam Cristiano Ronaldo hingga Ruud van Nistelrooy.
Kendati terlihat sengit, Arsenal tetap tak gentar. Skuad mereka memang tak segemerlap Chelsea atau Man United. Namun, hal itu bukan jadi persoalan karena kekuatan Arsenal terletak pada sisi kolektivitas yang begitu solid. Di bawah komando Arsene Wenger, kolektivitas Arsenal dibangun lewat para pemainnya.
Pada musim berikutnya, hegemoni tetap berada di London tapi bukan dari Arsenal, melainkan Chelsea. Terlepas dari hal tersebut, gelar juara liga primer tanpa terkalahkan rasanya cukup untuk memperlihatkan bahwa pada suatu masa, Arsenal sempat berjaya dan, yang lebih penting, bukan hal yang muskil untuk mengulang prestasi yang sama.
Namun, ternyata itu menjadi terakhir kalinya Arsenal mengecap manisnya meraih gelar Liga Primer. Kini, sudah 15 tahun lamanya trofi Premier League tak mampir ke stadion Emirates.