15 April 1989, satu jam sebelum kick off semifinal Piala FA yang mempertemukan antara Liverpool vs Nottingham Forest, para pendukung kedua tim sudah mulai memadati bagian luar stadion Hillsborough. Meski cuaca saat itu terik, banyak penggemar yang tetap antusias untuk mendukung tim kesayangannya.
Diiringi dengan desakan kecil dan energi yang terus menyala, kerumunan para pecinta bola tersebut menghiasi suasana saat itu. Dilaporkan, tiket di pertandingan tersebut terjual habis. Itu artinya, ada lebih dari 53 ribu pasang mata yang akan menjadi saksi pertandingan Liverpool melawan Nottingham Forest.
Namun ada awal masalah yang membuat semuanya menjadi tak terkendali. Liverpool yang sejatinya memiliki penggemar lebih banyak justru mendapat jatah kapasitas distadion lebih sedikit. Fans Nottingham Forest ditempatkan di sisi utara dan timur dengan kapasitas 29.800, atau yang biasa dikenal dengan Spion Kop, sementara pendukung Liverpool ditempatkan di tribun Selatan dan Barat, Leppings Lane, dengan kapasitas 24,256 fans.
Kejanggalan itu kemudian ditampik oleh pihak penyelenggara dengan menyebut bahwa akan ada ruang khusus di Spion Kop yang dikosongkan untuk menjaga jarak dengan fans Liverpool.
Namun hal itu tak sepenuhnya dipercaya para penggemar The Reds. Diluar stadion, masih ada sekitar lebih dari 5000 penggemar Liverpool yang ingin menonton langsung tim kesayangannya bermain. Mereka memaksa masuk dan meminta petugas untuk membuka pintu stadion.
Situasi inipun lantas membuat pihak kepolisian kebingungan. Mereka tidak ingin mengacaukan suasana di stadion. Namun disisi lain, mereka juga tidak ingin ada baku hantam diluar stadion akibat para penggemar tidak diizinkan masuk.
Akhirnya, dua pintu yang seharusnya ditutup terbuka untuk para penggemar Liverpool. Keputusan itulah yang diduga menjadi penyebab utama terjadinya tragedi Hillsborough, di mana ribuan fans menyerbu masuk ke stadion.
Dilaporkan oleh BBC, ada sekitar 4.383 penonton masuk melalui pintu yang sengaja dibuka. Kerumunan masa yang haus akan pertandingan tim kesayangannya itu pada akhirnya “memaksa” mereka yang sudah terlebih dahulu masuk berada di tribun harus tertekan ke depan hingga menjebol pagar pembatas dengan lapangan.
Pada masa-masa itu, kondisi stadion di Inggris tidak seperti sekarang ini. Antara tribun penonton dan lapangan, dipisahkan pagar besi tinggi untuk meminimalkan aksi penonton masuk ke lapangan. Untuk laga ini sendiri, pengamanan kabarnya juga sudah ditingkatkan levelnya, mengingat fans dari kedua tim memiliki rivalitas tinggi.
Namun fakta menyebut kalau stadion ini tak memenuhi standar keamanan.
Setelah situasi didalam stadion kacau, pihak kepolisian dinilai lalai dalam bertugas. Pasalnya, semua penonton yang berada diluar stadion bisa sepenuhnya masuk. Pihak kepolisian juga lebih cenderung untuk mengamankan lapangan dan berusaha menjauhkan fans Liverpool dari pendukung Nottingham Forest. Padahal dalam insiden itu, banyak fans yang lebih membutuhkan pertolongan karena mengalami cedera dan luka-luka sebab dorongan dari belakang.
Tepat pada pukul 15.06 waktu setempat, seorang penyelenggara pertandingan mamaksa masuk kelapangan untuk memberi tahu wasit bahwa kerusuhan sedang terjadi. Pria yang diketahui bernama Roger Greenwood itu meminta wasit untuk menghentikan permainan.
Benar saja, situasi semakin kacau. Di tribun depan, para pendukung Liverpool tergencet, terinjak, tertindih oleh pendukung lainnya. Pihak kepolisian pada saat itu juga tidak melakukan aksi yang banyak membantu, dan malah melarang fans masuk ke lapangan, meski situasi di tribun sudah sangat mengkhawatirkan.
Puncaknya, karena kuatnya tekanan dari supporter yang berdesakan, pagar pembatas tak kuasa menahan dorongan hingga tumbang. Banyak fans tersungkur ke pinggir lapangan dengan keadaan mengenaskan dan terluka.
Dalam tragedi yang akhirnya terungkap penyebabnya ini, pihak kepolisian dinilai yang paling bertanggung jawab. Meski awalnya para pengemar Liverpool disebut sebagai biang keladi kerusuhan, pihak kepolisian dinilai tak bisa mengamankan suasana. Parahnya, jumlah ambulans yang akan membantu para korban pun dibatasi.
Dari tragedi tersebut, total ada 96 orang yang meregang nyawa dengan hanya 14 diantaranya sempat dilarikan ke rumah sakit. Selain 96 nyawa melayang, ada sekitar 766 orang mengalami luka-luka, di mana 300 di antaranya sempat dilarikan ke rumah sakit.
Tragedi tersebut mengajarkan para pengelola klub di Inggris untuk tidak membangun stadion dengan tribun berdiri.
Meski tragedi itu sudah lama terjadi, banyak yang masih meragukan laporan harian The Sun yang menyebut bahwa penyebab segala keonaran ini adalah fans Liverpool.
Kelvin MacKenzie, yang merupakan editor dari surat kabar The Sun mempublikasi artikel dengan judul ‘The Truth’ di halaman utama mereka, disusul tiga sub-headline “Sejumlah fans mencuri barang-barang korban”, “Sejumlah fans mengencingi polisi pemberani” dan Sejumlah fans memukuli polisi yang sudah membantu”.
MacKenzie menulis laporan tersebut dengan didasarkan pada kesaksikan seorang polisi yang menolak menyebutkan namanya.
Hal itu jelas membuat para penggemar Liverpool sakit hati. Mereka merasa menjadi korban namun malah dikambing hitamkan. Buntut dari kontroversi itu, harian The Sun menjadi media yang tak laku di Liverpool. Banyak juga agen surat kabar di kota Liverpool yang memboikot.
Akhirnya tepat pada 7 Juli 2004, The Sun meminta maaf dengan mengaku bahwa mereka telah melakukan kesalahan.
Kontroversi lain yang hadir atas insiden tersebut adalah, eks penjaga gawang Liverpool, Charles Itandje, melakukan tindakan yang tak patut saat dilangsungkannya seremoni mengenang tragedi Hillsborough. Oleh kamera televisi, Itandje kedapatan bercanda dan tersenyum saat acara berlangsung. Sanksi pun langsung dijatuhkan kubu Liverpool, yakni skorsing selama dua pekan tau 14 hari.
Meski sudah meminta maaf, ia tak pernah lagi dimainkan.
Untuk mengenang tragedi ini, ada lambang ‘api’ yang ditambahkan di logo klub Liverpool FC.
Pertandingan yang akhirnya ditunda itu memunculkan Liverpool sebagai pemenang setelah melumat Nottingham Forest dengan skor akhir 3-1. Di partai final, mereka berhasil mengalahkan Everton dengan skor 3-2 dan berhak atas predikat juara.